Monday, August 17, 2009

KIBARKAN PANJI-PANJI REVOLUSI

Globalisasi tidak lain adalah amerakanisasi yang didanai oleh kekuatan asing dan dikerjakan dengan bantuan antek-anteknya di dalam negeri yang sejak lama berniat mengganti UUd 1945 menjadi UUd yang baru. Dilenyapkannya peranan MPR sebagai penejelmaan kedaulatan rakyat, hingga tuntasnya UUD baru, menjadi sekedar tempat pidato laporan lembaga-lembaga Negara.

Tidak ada lagi GBHN, diganti dengan visi dan misi calon Presiden, calon Gubernur, Bupati, Walikota serta pejabat Negara dan pemerintahan dengan cara pemilihan langsung yang biayanya sangat mahal, dan sering menimbulkan kericuhan. DPA sebagai suatu lembaga yang khas Indonesia dihapus.

DPR dijadikan dua badan seperti congres di AS yang terdiri dari house of representatives (DPR) dan senat (DPD). Paling fatal adalah menghapus penjelasan UUD 1945 yang mendahulukan kepentingan seluruh rakyat di atas kepentingan individu, sebagai gantinya dimasukan sebanyak-banyaknya pasal tentang hak-hak individual (HAM) dengan mengecilkan hak-hak asasi bangsa dan rakyat. Maka terjerumuslah kita ke jurang individualisme, liberalisme, menuju system kapitalisme. Begitulah tujuan mengganti UUD 1945 menjadi UUD baru yang sangat berlawanan dengan Cita-cita Proklamasi dan Deklarasi Kemerdekaan.

Indonesia Baru, masyarakat madani, pasar bebas, pers bebas, hak asasi manusia, supremasi hukum, demokratisasi reformis, lingkungan hidup, transparasi, reformasi, dan globasliasi, adalah slogan-slogan mereka, dengan mengatakan bahwa tak ada yang dapat melepaskan diri dari era ini. Bagi setiap patriot bangsa yang tetap setia kepada cita-cita Kemerdekaan harus menolak fenomena ini dan harus berani melawannya.

Mengapa UUD harus ditolak?

Sejak awal perjuangan yang dirintis oleh para pendiri bangsa, perjuangan mereka bukan untuk kepentingan orang per orang, sehingga rakyat banyak ditindasnya, melainkan kemakmuran dan kesejahteraan segenap bangsa diseluruh tanah air. Para pejuang itu tidak mementingkan diri sendiri, mereka rela mengorbankan segalanya, harta benda, keluarga, jiwa raga, rela dipenjarakan, disiksa lahir batin, disingkirkan ke pembuangan yang jauh, bahkan tidak sedikit yang terbunuh, demi memerdekakan dan membahagiakan kita sebagai generasi-generasi yang diperjuangkannya. Dengan susah payah para Pemimpin Bangsa mempersatukan seluruh rakyat dan bangsa ini, kini telah dirobek-robek dengan segala bentuk perbedaan.

Sekarang setiap orang boleh berkoar asal beda. Tiap orang pendapatnya macam-mcam. Partai-partai politik saling mencaci, bahkan sesama anggota dalam suatu partai pun saling menjegal. Tidak punya rasa malu menonjolkan diri sendiri untuk dipilih sebagai jago, tanpa mengukur kemampuan. Egoisme dan arogansi di mana-mana, tak ada lagi toleransi. Tidak ada yang sudi mengalah, saling ejek, bahkan saling membunuh meski sebelumnya bersahabat. Tidak ada pemimpin yang dipandang baik. Setiap pemimpin partai, di masyarakat, bahkan pemimpin Negara sekalipun harus dikecam, dikritik semaunya, dicari-cari kelemahannya dan kesalahannya, tidak perlu dihargai meskipun baik.

Unjuk rasa dengan cara-cara brutal, anarkis, menolak segala bentuk kebijakan, merusak segala sarana yang dibangun susah payah dari uang rakyat yang tidak sedikit. Teriakan-teriakan jorok tak sedap didengar, sambil mengancam dan menghantam aparat yang justru menjaga keselamatan mereka. Apakah semau ini seseuai dengan kepribadian bangsa yang luhur? Apa ini yang disebut demokrasi? Inikah contoh hak asasi manusia? Beginikah kemauan kaum reformis dengan globalisasi?

Negara Proklamasi 1945 harus kita rebut kembali dengan sekuat tenaga, dengan sepenuh hati, dengan segenap jiwa raga, dengan tekad baja, dengan semangat pantang menyerah, dengan menggerakan segenap potensi bangsa, dengan semboyan revolusi 45. kita hancurkan musuh-musuh rakyat, antek-antek asing. Kita lindungi kekayaan negeri dari angkara murka, ketamakan, dan keserakahan yang berniat mengangkangi milik bangsa dan negeri tercinta.

Kita kembalikan semanngat gotong royong, seia sekata, sa’iyeg saeko proyo, ringan sama dijinjing berat sama dipikul, rambate rata hayo, bulek aieh dek pambuluah bulek kato dek mufakat. Saling memperkokoh kesetiakawanan. Pemimpin mencintai rakyat, rakyat menjunjung kewibawaan pemimpin. Demokrasi untuk perwakilan, adalah demokrasi Indonesia asli yang perlu senantiasa dipelihara. Kita satupadukan seluruh rakyat dan bangsa, bersama membangun negeri.

Kita jadikan Indoensia Negara yang penuh wibawa, panjang punjung panjang pocapane punjung kawibawane. Menjadi suri teladan bagi bangsa-bangsa lain di dunia. Kita susun masyarakat yang adil, makmur, sejahtera lahir batin, gemah ripah loh jinawi, subur kang sarwo tinandur murah kang sarwotinuku, masyarakatyang bahagia sentosa. Kobarkan kembali semangat perjuangan 1945, kibarkan setinggi-tingginya panji-panji kebangsaan dan kebesaran Bangsa PANCASILA, UUD 1945, DAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.

No comments:

Post a Comment